Politik Marhaen ala Senayan, Dari Ideologi Kerakyatan ke Transaksi Musiman

By angkasatu 03 Sep 2025, 14:54:34 WIB Nasional
Politik Marhaen ala Senayan, Dari Ideologi Kerakyatan ke Transaksi Musiman

Angkasatunews - Demokrasi modern kembali dipertontonkan dengan wajah aslinya: senyum di baliho, janji di panggung, dan amplop di akar rumput. Ironisnya, semua ini dilakukan oleh mereka yang mengaku pewaris ideologi Marhaenisme, ideologi yang sejatinya lahir untuk membebaskan wong cilik dari jeratan kemiskinan dan penindasan.

Namun di lapangan, cita-cita itu kerap berubah bentuk. Dari pemberdayaan rakyat menjadi pemberian sembako, dari kedaulatan ekonomi menjadi sapi kurban, dari kemandirian bangsa menjadi zakat musiman. Ideologi pun terasa hanya sebagai etalase, sementara isi tokonya adalah transaksi.

Seorang tokoh politik asal Madura, MH. Said Abdullah, kini menjabat sebagai Ketua Banggar DPR RI di Senayan. Dengan posisi strategis itu, mestinya beliau bisa menjadikan anggaran negara sebagai alat perjuangan wong cilik. Potensi Madura jelas, padi, jagung, garam, tembakau, minyak, dan gas. Semua tersedia, semua bisa dikelola untuk ketahanan pangan dan energi nasional. Tapi nyatanya, rakyat hanya jadi penonton. Yang sampai ke meja makan hanyalah janji-janji manis, sedangkan anggaran besar itu meluncur entah ke mana.

Baca Lainnya :

Rakyat tentu bertanya-tanya: apakah ini Marhaenisme yang dimaksud Bung Karno? Apakah Marhaenisme adalah turun ke dapil setahun sekali dengan membawa sapi, lalu kembali ke Senayan dengan laporan kinerja penuh angka, tanpa sentuhan nyata di desa-desa?

“Kalau memang pulang, jangan hanya bulan puasa. Kalau bagi zakat, jangan hanya saat kamera menyala. Kalau memberi sapi, jangan hanya ketika Idul Adha. Dan kalau mengingat rakyat, jangan hanya saat pemilu,” sindir Alif Rofiq, seorang penikmat kopi yang mengaku sudah bosan meneguk gula janji lima tahunan.

Lebih jauh, rakyat Madura ingin bicara serius: Marhaenisme bukan tentang siapa yang bisa membagi daging paling banyak, melainkan siapa yang bisa membangun koperasi petani agar tidak lagi dijerat tengkulak. Marhaenisme bukan tentang baliho setinggi pohon kelapa, melainkan bagaimana nelayan bisa menjual ikan tanpa ditekan harga pasar. Marhaenisme bukan tentang zakat musiman, melainkan pelatihan usaha kecil agar pedagang bisa mandiri.

Sayangnya, di Senayan sana, Marhaenisme sering terjebak menjadi Marhaenisme PowerPoint, indah di presentasi, tapi kosong di realita. Rakyat hanya jadi bahan slide, bukan subjek perjuangan. Dan di tengah kenyataan pahit ini, nama MH. Said Abdullah sebagai Ketua Banggar kerap disebut, karena rakyat Madura berharap banyak pada beliau.

"Kini, Madura menanti. Bukan menanti sapi, bukan menanti zakat, bukan menanti amplop. Tapi menanti kapan MH. Said Abdullah benar-benar pulang sebagai Marhaen sejati, bukan Marhaen musiman," Pungkas Alif Rofik




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment

Loading....



Temukan juga kami di

Ikuti kami di facebook, twitter, Instagram, Youtube dan dapatkan informasi terbaru dari kami disana.