- Politik Marhaen ala Senayan, Dari Ideologi Kerakyatan ke Transaksi Musiman
- AMS Desak DPRD Perhatikan Gaji Guru dan Dosen, Tijanuz Zaman :Mereka Pilar Pendidikan Bangsa
- Kalau Itu Anakmu Pasti Marah! : AMS Sentil DPRD Soal Tragedi Campak
- Audiensi Sempat Tegang: AMS Usir Anggota DPRD Sumenep, Hanya Pimpinan yang Bertahan
- AMS Layangkan 5 Tuntutan ke DPRD Sumenep, Ini Rinciannya
- Madura Bertaya : Apa kabar Janji, Pak Said
- Jalan Sunyi Seorang Edy Rasiadi : Sosok Bijak yang Selalu Hadir dengan Solusi
- AMSB Kecewa: Dari 110 Perusahaan Rokok di Sumenep, Hanya 20 yang Dibekukan
- Anggota DPR RI Hj. Ansari Sampaikan Belasungkawa Atas Wafatnya Ny. Rifkah Daniati
- 1.250 Mahasiswa Baru UNIBA Madura Resmi Dikukuhkan Lewat Tradisi Penyiraman
Politik Marhaen ala Senayan, Dari Ideologi Kerakyatan ke Transaksi Musiman

Angkasatunews - Demokrasi modern kembali dipertontonkan dengan wajah aslinya: senyum di baliho, janji di panggung, dan amplop di akar rumput. Ironisnya, semua ini dilakukan oleh mereka yang mengaku pewaris ideologi Marhaenisme, ideologi yang sejatinya lahir untuk membebaskan wong cilik dari jeratan kemiskinan dan penindasan.
Namun di lapangan, cita-cita itu kerap berubah bentuk. Dari pemberdayaan rakyat menjadi pemberian sembako, dari kedaulatan ekonomi menjadi sapi kurban, dari kemandirian bangsa menjadi zakat musiman. Ideologi pun terasa hanya sebagai etalase, sementara isi tokonya adalah transaksi.
Seorang tokoh politik asal Madura, MH. Said Abdullah, kini menjabat sebagai Ketua Banggar DPR RI di Senayan. Dengan posisi strategis itu, mestinya beliau bisa menjadikan anggaran negara sebagai alat perjuangan wong cilik. Potensi Madura jelas, padi, jagung, garam, tembakau, minyak, dan gas. Semua tersedia, semua bisa dikelola untuk ketahanan pangan dan energi nasional. Tapi nyatanya, rakyat hanya jadi penonton. Yang sampai ke meja makan hanyalah janji-janji manis, sedangkan anggaran besar itu meluncur entah ke mana.
Baca Lainnya :
- AMS Desak DPRD Perhatikan Gaji Guru dan Dosen, Tijanuz Zaman :Mereka Pilar Pendidikan Bangsa0
- Kalau Itu Anakmu Pasti Marah! : AMS Sentil DPRD Soal Tragedi Campak0
- Audiensi Sempat Tegang: AMS Usir Anggota DPRD Sumenep, Hanya Pimpinan yang Bertahan0
- AMS Layangkan 5 Tuntutan ke DPRD Sumenep, Ini Rinciannya0
- Madura Bertaya : Apa kabar Janji, Pak Said0
Rakyat tentu bertanya-tanya: apakah ini Marhaenisme yang dimaksud Bung Karno? Apakah Marhaenisme adalah turun ke dapil setahun sekali dengan membawa sapi, lalu kembali ke Senayan dengan laporan kinerja penuh angka, tanpa sentuhan nyata di desa-desa?
“Kalau memang pulang, jangan hanya bulan puasa. Kalau bagi zakat, jangan hanya saat kamera menyala. Kalau memberi sapi, jangan hanya ketika Idul Adha. Dan kalau mengingat rakyat, jangan hanya saat pemilu,” sindir Alif Rofiq, seorang penikmat kopi yang mengaku sudah bosan meneguk gula janji lima tahunan.
Lebih jauh, rakyat Madura ingin bicara serius: Marhaenisme bukan tentang siapa yang bisa membagi daging paling banyak, melainkan siapa yang bisa membangun koperasi petani agar tidak lagi dijerat tengkulak. Marhaenisme bukan tentang baliho setinggi pohon kelapa, melainkan bagaimana nelayan bisa menjual ikan tanpa ditekan harga pasar. Marhaenisme bukan tentang zakat musiman, melainkan pelatihan usaha kecil agar pedagang bisa mandiri.
Sayangnya, di Senayan sana, Marhaenisme sering terjebak menjadi Marhaenisme PowerPoint, indah di presentasi, tapi kosong di realita. Rakyat hanya jadi bahan slide, bukan subjek perjuangan. Dan di tengah kenyataan pahit ini, nama MH. Said Abdullah sebagai Ketua Banggar kerap disebut, karena rakyat Madura berharap banyak pada beliau.
"Kini, Madura menanti. Bukan menanti sapi, bukan menanti zakat, bukan menanti amplop. Tapi menanti kapan MH. Said Abdullah benar-benar pulang sebagai Marhaen sejati, bukan Marhaen musiman," Pungkas Alif Rofik