- Heboh Bendera One Pice Berkibar Di Bulan Kemerdekaan, Pemerintah Peringatkan Soal Ancaman Pidana
- Megawati Merasa Prihatin Kondisi KPK: Presiden Harus Turun Tangan
- Iklil: Sila Kelima Pancasila Telah Dibunuh oleh Sistem yang Zalim
- Kegiatan PERKAJUM Annuqayah Berakhir Duka, Seorang Peserta Meninggal Tenggelam di Waduk
- Tom Lembong Nilai Abolisi Sebagai Pemulihan Nama Baik
- Hasto Kristiyanto Tinggalkan Rutan KPK, Siap Lapor ke Megawati
- Presiden Prabowo Tetapkan 18 Agustus 2025 sebagai Hari Libur Bersama Usai HUT ke-80 RI
- Jokowi Akui Pernah Perintahkan Tom Lembong untuk Impor Gula
- MK Nyatakan Kata dan dalam UU Pelindungan Data Pribadi Bertentangan dengan UUD 1945
- Abolisi dan Amnesti untuk Tom Lembong dan Hasto, Apa Bedanya dan Apa Dasar Hukumnya?
Polemik Pemblokiran Rekening, Ini Kata Bank dan Ekonom

Keterangan Gambar : Gedung Pusat Pelaporan Analis Transaksi Keuangan (PPATK) (Dok: PPATK)
Jakarta, angkasatunews.com — Di tengah polemik pemblokiran jutaan rekening dorman atau “nganggur”, beberapa bank memilih tidak banyak berkomentar. Namun, mereka menegaskan tetap patuh pada aturan dari otoritas keuangan.
“Kami sampaikan bahwa BCA mematuhi kebijakan dan arahan dari otoritas dan regulator,” kata EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera Haryn, dikutip dari Kompas.com.
Hal serupa disampaikan oleh Corporate Secretary BNI, Okki Rushartomo. Ia menegaskan BNI mendukung langkah PPATK dalam mencegah penyalahgunaan rekening untuk kegiatan ilegal.
Baca Lainnya :
- Sempat Jadi Polemik, PPATK Buka Blokir 28 Juta Rekening0
- Maz Ink Rugi Setengah Miliar, Tuntut Polisi Bongkar Komplotan Perampas Sound0
- Gempa Dahsyat Guncang Kamchatka, RI Masuk Zona Waspada Tsunami0
- Merdeka ala Agus! Cek Promo Gokil BarokahNet Sekarang!0
- Kopi Enak, Tempat Adem, Suasana Nyaman, Semua Ada di Harmony Cafe0
Okki juga mengimbau nasabah agar tetap tenang, tidak khawatir soal keamanan dana, serta menjaga keaktifan rekening.
“Kami berharap nasabah semakin menyadari pentingnya menjaga keaktifan rekening serta bersama-sama mendukung sistem keuangan yang aman dan sehat,” ujarnya.
Pandangan Ekonom: Positif dan Negatifnya
Sejumlah ekonom memahami niat PPATK memblokir rekening dorman untuk mencegah kejahatan. Rekening tidak aktif memang sering disalahgunakan.
“Dampak baik dari pemblokiran ini menangkal kejahatan-kejahatan itu,” kata David Sumual, ekonom dari Perbanas. “Paling buruk dari rekening dormant kan ketika rekening disalahgunakan untuk kriminalitas,” dilansir dari BBC Indonesia.
David mendukung langkah ini karena bisa meningkatkan kepercayaan investor. Ia juga menyoroti adanya rekening milik instansi pemerintah dan penerima bansos yang diblokir karena tak aktif. Dana bansos seharusnya segera digunakan, bukan dibiarkan mengendap.
“Dana bansos besar, tapi efeknya tidak sesuai target ekonomi,” jelasnya.
Meski niatnya baik, kebijakan PPATK tetap menuai kritik. Ekonom Eko Listiyanto mengingatkan agar pemblokiran dilakukan dengan cermat, bukan asal-asalan.
“Jangan dipukul rata semua rekening dormant yang dibekukan. Harus diteliti lebih lanjut apakah rekening itu terindikasi pidana atau tidak,” katanya.
Eko menilai, banyak masyarakat yang menyimpan dana darurat di rekening yang jarang digunakan. Jika tidak dipahami, ini bisa membuat masyarakat enggan menabung di bank.
“Saya paham urgensi memberantas judi online. Namun, jangan sampai dampaknya justru masyarakat jadi malas menyimpan uang di bank,” ujarnya.
Eko menambahkan, bila tidak dievaluasi, kebijakan ini bisa menurunkan kepercayaan publik. Ia mencatat, pertumbuhan dana pihak ketiga per Mei 2025 turun dari 8% menjadi 4%.
“Indonesia sedang membangun reputasi keuangan, tapi pemblokiran yang tidak teliti ini justru menimbulkan ketidakpastian,” katanya.
Desakan Evaluasi dari Konsumen dan Akademisi
YLKI ikut mendesak pemerintah untuk turun tangan mengevaluasi kebijakan ini agar tidak menyulitkan masyarakat.
“Kami meminta pemerintah turun tangan memfasilitasi permasalahan dan jangan mempersulit konsumen,” kata Sekretaris Eksekutif YLKI, Rio Priyambodo.
Sementara itu, dosen ekonomi Universitas Indonesia, Telisa Falianty, menilai beban pembuktian justru diberikan ke masyarakat.
“Enggak bisa disamaratakan. Kalau sekarang kan seperti masyarakat yang harus pembuktian terbalik,” ujarnya.