- CIPAYUNG PLUS JATIM TOLAK GELAR PAHLAWAN UNTUK SOEHARTO, SEBUT CEDERAI KEADILAN SEJARAH
- Roni Ardianto, Pemberian Gelar Pahlawan kepada Soeharto Adalah Upaya Pemutihan Dosa Politik Orba
- FAM Desak Dinas Sosial Tandai Rumah Penerima Bansos, Soroti Kemiskinan Sumenep
- Puskesmas Pamolokan Luncurkan Inovasi PELITA: Terangi Langkah Ibu Menuju Persalinan Sehat dan Bahagi
- Sindiran Pedas Alif Rofiq di Hari Jadi Sumenep, Dari Migas hingga Infrastruktur Rusak
- Berapa Uang Pemkab Sumenep yang Diendapkan di Bank?
- Ketua DPD KNPI Sumenep: Persatuan Pemuda Bukan Sekadar Kata, Tapi Gerak Nyata
- Semangat Pemuda Tercermin di Kain Batik Canteng Koneng
- Ajang Kalijaga Arabic Fest 2025 Se-ASEAN, Muzakki Harumkan Puncak Darus Salam
- Ada Elit Politik yang Jadi Beking Perkara Rokok Ilegal di Madura
CIPAYUNG PLUS JATIM TOLAK GELAR PAHLAWAN UNTUK SOEHARTO, SEBUT CEDERAI KEADILAN SEJARAH

Surabaya - Koalisi organisasi kemahasiswaan yang tergabung dalam Cipayung Plus Jawa Timur menyatakan penolakan tegas terhadap keputusan pemerintah yang menetapkan Presiden kedua RI, Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional. Sikap tersebut diumumkan dalam konsolidasi Cipayung Plus di Surabaya, Senin (10/12/2025), serta dituangkan dalam pernyataan resmi berjudul “Cipayung Plus Jatim Mendesak Presiden, Cabut Gelar Pahlawan Nasional Soeharto.”
Dalam rilis tersebut, koalisi yang terdiri dari GMNI, HMI, PMII, IMM, GMKI, KAMMI, PMKRI, KMHDI, dan SEMMI menilai keputusan ini keliru dan berpotensi mengaburkan catatan kelam pelanggaran hak asasi manusia serta praktik otoritarianisme pada era Orde Baru.
Mereka menilai pemberian gelar tersebut tidak sejalan dengan ketentuan moral, historis, maupun yuridis sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Baca Lainnya :
- Semangat Pemuda Tercermin di Kain Batik Canteng Koneng0
- Rumah Kebangsaan Jatim Tanamkan Nilai Nasionalisme Lewat Perkemahan Kader Bangsa 20250
- Mengurai Polemik Seismik Migas di Kangean, Benarkah Ada Aktor di Balik Gejolak?0
- BEM-KM UNIBA Madura Bawa Tuntutan Isu Lokal Ke Nasional0
- Jalan Sunyi Seorang Edy Rasiadi : Sosok Bijak yang Selalu Hadir dengan Solusi0
Hendra Prayogi menyebut pemberian gelar ini sebagai kemunduran moral bangsa.
“Kita tidak bisa menutup mata dari pelanggaran HAM, pembungkaman demokrasi, dan praktik korupsi yang mengakar pada masa Soeharto. Mengangkatnya sebagai pahlawan berarti menistakan korban sekaligus mengaburkan sejarah,” ujarnya.
Senada dengan itu, Ketua Badko HMI Jatim, M. Yusfan Firdaus, menilai keputusan tersebut bertentangan dengan prinsip hukum.
“Undang-undang jelas menyebut bahwa penerima gelar tidak boleh memiliki catatan kelam. Soeharto justru identik dengan KKN dan represi. Ini pelecehan terhadap hukum dan nurani publik,” tegasnya.
Dari IMM Jatim, Ketua DPD Devi Kurniawan menilai langkah pemerintah ini mengabaikan keadilan sejarah.
“Trauma korban Orde Baru belum pernah dipulihkan. Memberikan gelar sebelum ada rekonsiliasi hanyalah bentuk pengkhianatan moral bangsa,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua PKC PMII Jatim, Muhammad Ivan Akiedozawa, menyebut pemberian gelar kepada Soeharto sebagai tamparan bagi semangat reformasi.
“Reformasi lahir dari perlawanan terhadap otoritarianisme Soeharto. Mengangkatnya sebagai pahlawan berarti mengkhianati perjuangan rakyat,” katanya.
Melalui pernyataan resmi tersebut, Cipayung Plus Jatim mendesak Presiden RI untuk mencabut gelar Pahlawan Nasional Soeharto dan meminta Pemerintah serta Dewan Gelar Negara menegakkan kriteria kepahlawanan secara objektif sesuai amanat undang-undang.
Koalisi ini menegaskan bahwa mahasiswa tetap berada di garis moral perjuangan rakyat.
“Negara tidak boleh menghapus sejarah kelam atas nama nostalgia pembangunan. Penghargaan harus diberikan kepada sosok yang benar-benar menjaga martabat kemanusiaan dan keadilan sosial,” tulis mereka dalam penutup rilis. (adm)









