- Mengurai Polemik Seismik Migas di Kangean, Benarkah Ada Aktor di Balik Gejolak?
- Desak Reforma Agraria, GMNI Sumenep Ultimatum BPN 7x24 Jam
- BEM-KM UNIBA Madura Bawa Tuntutan Isu Lokal Ke Nasional
- PAC Ansor Manding Gelar Maulid Nabi & Doa Bersama, Sutikno Tekankan Kekeluargaan
- Publik Pertanyakan Proyek Betonisasi Rp129 Juta di Taman Raya Mekarsari
- PMII Uniba Madura Gelar Pelatihan Menulis dalam Rangkaian Suluh Sumbu Pergerakan
- Hj. Thaiyibah Pimpin ABJ Tour dan Travel, Pilihan Baru Perjalanan Ibadah
- PMII UNIBA Madura Gelar Maulid Nabi Muhammad SAW & Forum Taliasi
- Politik Marhaen ala Senayan, Dari Ideologi Kerakyatan ke Transaksi Musiman
- AMS Desak DPRD Perhatikan Gaji Guru dan Dosen, Tijanuz Zaman :Mereka Pilar Pendidikan Bangsa
Sri Mulyani Pastikan Tak Ada Pajak Baru di RAPBN 2026, Fokus pada Reformasi Internal

Keterangan Gambar : Mentri Keuangan Sri Mulyani saat memberi penjabaran tentang RAPBN dan Nota Keuangan 2026
Jakarta, angkasatunews.com — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan tidak ada rencana penerapan jenis pajak baru dalam rangka mengejar kenaikan target penerimaan pajak sebesar 13,5 persen pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
“Kebijakan tetap mengacu pada undang-undang yang berlaku, seperti UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) maupun peraturan lain yang tercantum dalam UU. Jadi, apakah akan ada pajak baru? Tidak,” ujar Sri Mulyani saat Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, Jumat(15/08/2025).
Target penerimaan pajak tahun depan ditetapkan sebesar Rp2.357,7 triliun. Sri Mulyani mengakui angka tersebut cukup tinggi dan ambisius.
Baca Lainnya :
- Mpok Alpa Tutup Usia, Perjuangan Melawan Kanker dan Warisan Tawa untuk Indonesia0
- Heboh Bendera One Pice Berkibar Di Bulan Kemerdekaan, Pemerintah Peringatkan Soal Ancaman Pidana0
- Presiden Prabowo Tetapkan 18 Agustus 2025 sebagai Hari Libur Bersama Usai HUT ke-80 RI0
- Jokowi Akui Pernah Perintahkan Tom Lembong untuk Impor Gula0
- Polemik Pemblokiran Rekening, Ini Kata Bank dan Ekonom0
Alih-alih mencari sumber penerimaan baru dari luar, Sri Mulyani memilih memaksimalkan reformasi internal, di antaranya melalui pemanfaatan Coretax dan sinergi pertukaran data antar kementerian/lembaga (K/L).
“Itu akan semakin kami intensifkan, karena kami melihat ada ruang peningkatan di antara ketiga sumber penerimaan negara maupun dengan kementerian/lembaga. Pertemuan akan lebih sering dilakukan agar seluruh data yang diperoleh memiliki akurasi dan ketepatan waktu,” jelasnya.
Selain itu, Sri Mulyani juga akan memperbaiki sistem pemungutan transaksi digital domestik maupun internasional; melaksanakan program bersama dalam analisis data, pengawasan, pemeriksaan, intelijen, dan kepatuhan perpajakan; serta memberikan insentif untuk meningkatkan daya beli, investasi, dan hilirisasi.
Ia menambahkan, target kenaikan pajak tersebut mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 5,4 persen dan inflasi 2,5 persen dalam RAPBN 2026.
“Elastisitas penerimaan terhadap PDB (buoyancy) saja sudah hampir mencapai 7-9 persen. Artinya, diperlukan upaya tambahan sekitar 5 persen melalui langkah-langkah yang telah disebutkan,” tutur Menkeu.
Pemerintah juga menetapkan target rasio perpajakan (tax ratio) yang lebih tinggi, yakni 10,47 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Sebagai perbandingan, rasio perpajakan pada 2023 sebesar 10,31 persen, 2024 sebesar 10,08 persen, dan proyeksi 2025 sebesar 10,03 persen.
Tak hanya penerimaan pajak, pemerintah menargetkan penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh 7,7 persen menjadi Rp334,3 triliun. Dengan demikian, total penerimaan perpajakan pada RAPBN 2026 diproyeksikan mencapai Rp2.692 triliun atau tumbuh 12,8 persen.
Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dipatok sebesar Rp455 triliun atau turun 4,7 persen dibanding outlook 2025.
Secara keseluruhan, pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp3.147,7 triliun atau meningkat 9,8 persen, dengan rasio pendapatan mencapai 12,24 persen pada RAPBN 2026.