- Ajang Kalijaga Arabic Fest 2025 Se-ASEAN, Muzakki Harumkan Puncak Darus Salam
- Ada Elit Politik yang Jadi Beking Perkara Rokok Ilegal di Madura
- HIMAKSI UNIBA Madura Gelar Stadium General, Tekankan Profesional Auditor Di Era Digital
- Rumah Kebangsaan Jatim Tanamkan Nilai Nasionalisme Lewat Perkemahan Kader Bangsa 2025
- Demo Jilid II GMNI Sumenep Ke BPN
- Antusiasme Tinggi, Jamaah ABJ Tour dan Travel Terus Bertambah
- Pengurus PMII UNIBA Dilantik, Rektor: UNIBA Besar karena PMII
- Didik Haryanto Tekankan Peran Anak Muda dalam Melestarikan Batik Sumenep
- Mengurai Polemik Seismik Migas di Kangean, Benarkah Ada Aktor di Balik Gejolak?
- Desak Reforma Agraria, GMNI Sumenep Ultimatum BPN 7x24 Jam
Kasus Kades Sapeken, PABPDSI Ingatkan Pentingnya Kepemimpinan yang Bijak

SUMENEP – Kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan Kepala Desa Sapeken, Joni Junaidi, terus menjadi sorotan publik. Kali ini, kritik datang dari organisasi Persatuan Anggota Badan Permusyawaratan Desa Seluruh Indonesia (PABPDSI) Kabupaten Sumenep.
Ketua PABPDSI Sumenep, M. Syukron Hamidi, mengaku sangat prihatin dengan perilaku seorang kepala desa yang seharusnya menjadi panutan bagi warganya. Menurutnya, apa pun alasannya, seorang kades tidak dibenarkan melakukan tindakan kekerasan terhadap masyarakat.
“Seorang kades mestinya menjadi panutan, bukan malah memberi contoh buruk dengan melakukan kekerasan. Tindakan itu sangat tidak pantas. Saya pribadi sangat prihatin dengan kejadian ini,” ujarnya, Jumat (22/8/2025).
Baca Lainnya :
- Pembinaan Bukan dengan Tangan Kasar, Akademisi Hukum Kritik Keras Aksi Kades Sapeken0
- Sound System Raib, H. Tohir Lapor Polisi: Hampir Setahun Tak Ada Progres0
- Toko Bangunan di Manding Sumenep Dilalap Sijago Merah, Warga Panik dan Berkerumun di Lokasi0
- Polda Jatim Selidiki Dugaan Pemalsuan SHM di Pantai Gersik Putih, Gapura, Sumenep0
- Pemuda di Talango Tewas Diduga Tenggelam Usai Lompat dari Dermaga0
Syukron menekankan bahwa tindakan kekerasan bukanlah solusi dalam menyelesaikan persoalan di tengah masyarakat. Sebaliknya, kekerasan hanya akan menimbulkan luka, trauma, dan ketidakpercayaan warga terhadap pemimpinnya.
“Kalau ada masalah di desa, penyelesaiannya bukan dengan kekerasan. Rakyat itu butuh dipimpin dengan kearifan, bukan dengan amarah. Kalau pemimpin malah main tangan, apa bedanya dengan preman?” tegasnya.
Lebih jauh, Syukron meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini secara profesional dan transparan. Menurutnya, kasus yang melibatkan pejabat desa tidak boleh ada kesan dilindungi atau ditutup-tutupi.
“Pihak berwenang harus mengusut motif kejadian ini sampai jelas, supaya bisa menjadi pelajaran bagi semua. Jangan sampai masyarakat menilai hukum hanya tegas untuk rakyat kecil, tapi lunak kalau pelakunya pejabat,” tambahnya.
Syukron juga mengingatkan, sekalipun ada aturan desa (perdes) terkait pembinaan masyarakat, seorang kades tidak boleh mengeksekusi dengan cara main hakim sendiri. “Perdes bukan tiket untuk memukul. Kalau ada pelanggaran, ada mekanisme hukum dan pemerintahan yang harus dijalankan. Itu sebabnya kita punya aturan, bukan aturan rimba,” sindirnya.
Ia menilai, kejadian seperti ini dapat merusak citra kepala desa dan mencoreng wibawa pemerintahan desa secara keseluruhan. “Rakyat bisa kehilangan kepercayaan. Kalau rakyat tidak percaya lagi, maka kepemimpinan di desa itu akan lumpuh,” tandasnya.
Dengan berbagai desakan publik dari LSM, akademisi, hingga organisasi desa, kini semua mata tertuju kepada aparat penegak hukum. Publik menanti apakah kasus ini benar-benar akan diproses dengan adil dan terbuka, atau sekadar menjadi isu yang berlalu bersama angin. (Adm)