- Yayasan Al-Mardliyyah Rayakan Kemerdekaan RI ke-80, Doa dan Simbol Persatuan Warnai Acara
- Mungkinkah NKRI Berdaulat dan Merdeka dari Penjajahan Paham Transnasional?
- SMA Puncak Darussalam Gelar Sosialisasi Serba-serbi Kunci Kuliah Bersama Sastra Lingua
- UNIBA Madura Gelar Upacara HUT RI Ke-80, Generasi Baru Disambut Semangat Kebangsaan
- GMNI: Menyongsong 80 Tahun Kemerdekaan dengan Nafas Trisakti
- Khidmat! PP. Puncak Darussalam Gelar Upacara HUT ke-80 RI
- Kades Sapeken Dituding Aniaya Perempuan, LSM BIDIK: Jangan Karena Jabatan, Hukum Jadi Mandul
- Kades Sapeken Pamer Jurus Tampar Kilat, Warga Malah Kaget Bukan Kagum
- Kasus Dugaan Penganiayaan Warnai Sapeken, Kades Jadi Terlapor
- UE Desak Israel Batalkan Rencana Pembangunan Permukiman di Area E1, Apa itu Area E1?
Mungkinkah NKRI Berdaulat dan Merdeka dari Penjajahan Paham Transnasional?
Oleh: Abdul Warits

Keterangan Gambar : Mungkinkah NKRI Berdaulat dan Merdeka dari Penjajahan Paham Transnasional? Oleh : Abdul Warist
Opini, angkasatunews.com — Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 bukanlah semata-mata bebas dari penjajahan fisik bangsa asing, tetapi juga bebas dari bentuk penjajahan ideologis dan kultural yang dapat menggerus identitas bangsa. Salah satu bentuk penjajahan yang kini mengancam adalah infiltrasi paham transnasionalideologi lintas negara yang tidak selaras dengan falsafah Pancasila dan kearifan lokal Nusantara.
Salah satu ancaman serius adalah paham transnasionalideologi yang melampaui batas negara dan berupaya mempengaruhi, bahkan menggantikan, sistem nilai, politik, dan sosial suatu bangsa. Paham transnasional sering mengusung idealisme global: persatuan umat lintas negara, pembentukan tatanan dunia baru, atau purifikasi ajaran. Meski terdengar luhur, tidak semua paham tersebut selaras dengan falsafah Pancasila, prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan kepentingan NKRI. Sebagian justru memecah belah masyarakat, menolak konsep negara-bangsa, dan menumbuhkan sentimen yang melemahkan kesetiaan pada tanah air.
Paham transnasional sering datang dengan wajah yang tampak meyakinkan: mengusung solidaritas umat, janji kemurnian ajaran, atau visi global yang menjanjikan keadilan. Namun, di baliknya terselip agenda menghapus batas-batas identitas kebangsaan, mengikis nilai kultural, dan menggeser peran negara berdaulat menjadi sekadar bagian dari proyek ideologis global. Bagi Indonesia, ini berarti ancaman terhadap kesatuan nasional dan keberagaman yang telah menjadi fondasi NKRI.
Baca Lainnya :
- UNIBA Madura Gelar Upacara HUT RI Ke-80, Generasi Baru Disambut Semangat Kebangsaan0
- GMNI: Menyongsong 80 Tahun Kemerdekaan dengan Nafas Trisakti0
- Heboh Bendera One Pice Berkibar Di Bulan Kemerdekaan, Pemerintah Peringatkan Soal Ancaman Pidana0
Spirit kemerdekaan mengajarkan bahwa kebebasan bukan berarti terbuka tanpa filter, melainkan memiliki kemampuan memilih dan mempertahankan prinsip. Para pendiri bangsa tidak menolak gagasan luar selama sesuai dengan nilai kemanusiaan dan keadilan sosial, tetapi mereka menegaskan bahwa pilar Indonesia adalah Pancasila. Oleh karena itu, segala paham baik dari Barat maupun Timur harus diukur dengan standar ideologi bangsa ini.
Menghadapi arus paham transnasional, generasi sekarang perlu menumbuhkan tiga kesadaran. Pertama, kesadaran historis, bahwa kemerdekaan diraih melalui pengorbanan besar demi tegaknya kedaulatan nasional. Kedua, kesadaran ideologis, bahwa Pancasila adalah perisai yang memfilter setiap gagasan agar tidak bertentangan dengan prinsip kebangsaan. Ketiga, kesadaran kritis, yaitu kemampuan memilah informasi dan ajaran yang beredar di era digital, agar tidak terjebak dalam propaganda yang menyusup lewat media sosial atau jaringan global.
Mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan paham transnasional bukan berarti menutup diri dari dunia, melainkan membuka pintu selektif bagi gagasan yang dapat memperkuat persatuan, menyejahterakan rakyat, dan menghormati keberagaman. Indonesia harus tetap berdiri sebagai bangsa merdeka yang berinteraksi dengan dunia, tetapi tidak kehilangan ruhnya. Itulah makna sejati dari spirit kemerdekaan: teguh menjaga kedaulatan pikiran, jiwa, dan nilai dari segala bentuk penjajahan baru.
Pertanyaannya: mungkinkah NKRI berdaulat sepenuhnya dari penetrasi paham ini? Jawabannya: mungkin, asalkan bangsa ini memiliki daya tahan ideologis, kedaulatan informasi, dan ketangguhan sosial. Daya tahan ideologis berarti seluruh warga, dari aparat negara hingga masyarakat sipil, memahami dan menginternalisasi Pancasila sebagai rujukan tunggal dalam menentukan benar-salahnya suatu gagasan. Kedaulatan informasi berarti menguasai arus berita dan narasi di ruang digital agar propaganda transnasional tidak mendominasi persepsi publik. Sedangkan ketangguhan sosial berarti menguatkan kohesi antarwarga, sehingga potensi perpecahan yang dihembuskan pihak luar dapat diredam sejak dini.
Di sisi lain, kedaulatan tidak identik dengan isolasi. Indonesia tetap perlu terbuka pada gagasan global yang bermanfaat bagi kemajuan bangsa. Namun, keterbukaan ini harus disertai kemampuan kritis dan selektif, layaknya menyaring air agar jernih dan menyehatkan. Kita dapat belajar teknologi, ekonomi, atau sistem sosial dari negara lain tanpa kehilangan identitas nasional.
Kedaulatan NKRI dari penjajahan paham transnasional adalah proyek yang membutuhkan konsistensi lintas generasi. Pendidikan ideologis, literasi digital, dan penguatan karakter kebangsaan harus berjalan beriringan. Dengan begitu, Indonesia bukan hanya bertahan dari serangan ideologi asing, tetapi juga mampu berkontribusi pada dunia sebagai bangsa yang merdeka secara politik, ekonomi, danyang terpentingpikiran.